Banyaknya pelajar yang berkeliaran di pasar, supermarket,
plaza, ataupun tempat hiburan di waktu jam sekolah jelas membuat
prihatin. Tawuran antarpelajar juga membuat marwah Kota Padang sebagai
pusat pendidikan di Sumbar kembali menjadi pertanyaan. Akankah generasi
muda yang bekualitas lahir dari pendidikan seperti ini?
Menurut pengamatan Pendidikan dari UNP, Dr Marjohan
MPd, tidak tertibnya sikap pelajar saat ini akibat suasana sekolah. Bagi
sebagian siswa, sekolah bukan lagi merupakan tempat yang menarik, baik
untuk belajar maupun untuk bemain. Sehingga sikap bosan (boring) cepat
dialami siswa.
“Akibatnya tempat-tempat hiburan, pasar, supermarket,
plaza serta tempat yang sarat dengan keramaian kerap menjadi
tongkrongan mereka. Bahkan tempat main bilyar, play station, serta game
centre, cukup ramai di datangi pelajar, di saat mereka seharusnya berada
di sekolah,” ucapnya, kemarin.
Parahnya, kegiatan tersebut berpotensi menyebabkan
tawuran. Apalagi pada saat bersamaan, di tempat yang sama juga ada
gerombolan pelajar lainnya yang sedang nongkrong. “Sedikit ejekan dan
kata-kata kasar saja, bisa memicu terjadinya tawuran, yang membuat
mereka adu jotos,” ucap dosen konseling FIP UNP ini.
Penyebab boringnya pelajar untuk belajar di sekolah,
kata Marjohan, disebabkan banyak hal. Di antaranya, cara guru mengajar
yang tidak lagi mengutamakan kasih sayang, tetapi cenderung bersikap
otoriter. Bahkan kata-kata kasar yang tak pantas diucapkan di muka
kelas, sering dikeluarkan juga.
“Kalau alasan keras untuk menegakkan aturan, saya
kira alasan itu salah. Kekerasan tidak akan menghasilkan apa-apa selain
kekerasan juga. Tegas tidak berarti keras. Mestinya seorang guru harus
bertingkah sebagai orangtua bagi murid-muridnya. Timbulkan kesadaran
bagi siswa bahwa belajar gunanya untuk mereka, bukan untuk guru ataupun
orangtuanya. Sarana sekolah juga harus dioptimalkan,” ungkap mantan
Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang ini.
Pakai Surat Izin
Ditemui terpisah, Kabag Tata Usaha SMK Muhammadiyah
Khairul Abulis mengungkapkan, untuk keluar dari sekolah pada jam
belajar, siswa harus mengantongi surat izin guru piket berisi keperluan
siswa, kemana, dan berapa lama. “Jika persentase kehadiran siswa minim,
Wakasek Bidang Kesiswaan bersama timnya akan turun menyisiri Kota
Padang, untuk mencari keberadaan siswa yang tidak masuk sekolah. “Kita
harus bertegas-tegas, karena pendidikan itu mahal, para siswa harus
memanfaatkan kesempatan mengecap pendidikan,” tandasnya.
Bila kedapatan keluyuran atau membolos, maka orangtua
siwa akan dipanggil, dan jika tiga kali berturut-turut melakukan
kesalahan yang sama, maka mereka diminta membuat surat perjanjian.
“Bahkan ada kemungkinan dikembalikan kepada orangtua, jika mereka
benar-benar tidak berubah,” tegasnya.
Lain lagi cara SMA 10 Padang, dalam meminimalisir
kebiasaan siswa keluyuran pada jam sekolah. Yaitu dengan menciptakan
suasana belajar yang aplikatif, serta memberikan ruang mengasah potensi
siswa dengan ekstra kulikuler (pengembangan diri), yang hingga saat ini
berjumlah sekitar 17 macam.
Tak hanya itu, peran guru Bimbingan Konseling (BK)
juga dioptimalkan. Sehingga, jika terdapat siswa yang prestasi
belajarnya menurun, dan kedapatan bolos beberapa kali, guru BK akan
ambil bagian dalam menguak masalah siswa tersebut. “Biasanya alasan para
siswa yang bolos itu karena malas belajar,” ungkap guru BK SMA 10 Zul
Emri.
Jika ditilik lebih dalam, ternyata malas tersebut
diakibatkan kurangnya motivasi untuk belajar, terutama dari orangtua.
Karena, dari temuan Zul Emri, bolosnya seorang siswa karena pengawasan
orangtua rendah.
“Ada orangtua yang percaya penuh saja, ketika anaknya
pamit ke sekolah. Sehingga tidak mengetahui secara pasti apakah anaknya
benar-benar sampai ke sekolah. Padahal idealnya, ada tugas orangtua
untuk mengevaluasi keberadaan anaknya di sekolah. Dan sebagai guru BK,
kita selalu optimalkan koordinasi dengan orangtua, ujarnya.
Sumber: Padang Ekspres (akr/lia) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar